Jumat, 31 Maret 2017

TARI TOPENG BALI

Kunjunganku di hari kedua di Pulau Dewata, aku sangat beruntung dapat menyaksikan pertunjukan tari topeng di pentas pertunjukan yang berada di kawasan Garuda Wisbu Kencana.
Sungguh suatu keberuntungan bagiku dapat melihat langsung pertunjukan tari topeng yang kaya akan makna dan seni budaya yang sangat tinggi.

Bali dalam kultur masyarakatnya, keberadaan tari topeng berkaitan erat dengan upacara keagaaman karena kesenian menyatu dalam masyarakat., adat dan budaya dan dalam menjalankan ritual agama.
Tari Topeng Bali merupakan tradisi yang sangat kental dengan ritual magis dan dalam pertunjukan yang disakralkan. Tuah dari topeng merupakan perwujudan dewa - dewa yang dipercaya dapat memberi anugrah dalam hal ketentraman dan keselamatan.

Tari Topeng adalah bentuk dari tarian dan drama yang mengandung kisah dimana penarinya menggunakan topeng dan menampilkan cerita. Sejak abad ke 17 ( tujuh belas ) Tari Topeng sangat populer di Bali.
Cerita utama diceritakan oleh narator yang menggunakan topeng yang menutupi wajah sang penari sesuai dengan karakter cerita dan diiringi gamelan. Sang Narator disebut dengan Penasar.
Pada saat kunjunganku aku menyaksikan " Tari Topeng Tua " yang merupakan refleksi lelaki tua saat memasuki usia senja.
TARI TOPENG TUA

Tari topeng merupakan bagian drama tari tradisional Bali. Selain dipentaskan sebagai pertunjukan hiburan ada pula pula jenis tari topeng yang menjadi pelengkap dari upacara keagamaan.
Salah satu tari topeng yang berfungsi dalam kedua hal tersebut adalah Tari Topeng Tua yang disebut dengan Tari Werda Lumaku.
Tari Topeng Tua menampilkan seorang penari dengan busana yang megah dan mengenakan topeng kayu dari kayu ylang - ylang. Dari raut wajah dan warna rambutnya jelas kelihatan bahwa tokoh yang diperankan adalah seorang pria berusia senja atau pria tua.

Saat melakukan drama tari topeng ini, penari berjalan mengelilingi panggung dan menari dengan gerakan yang lambat yang merupakan refleksi perwujudan usia yang telah menua dengan stamina yang mulai menurun. Sesekali penari menghela nafas terputus - putus seolah menggambarkan kelelahan di usia senja dan gerakan menyapu keringat di dahi dengan gaya jenaka yang seolah - olah mengejek dirinya sendiri yang kelihatan telah rapuh di usia menjelang senja.

Senja yang muram tidak harus diisi dengan kemuraman, namun diisi dengan kisah kehidupan yang penuh dengan tawa dan kejenakaan. Tarian dan koreografi yang dibawakan penari menggambarkan sang pria tua yang terkenang akan masa mudanya.
Tarian yang mengisahkan Pria Tua bercerita tentang masa mudanya


Sebagai drama tari yang memiliki nilai kesakralan, Tari Topeng Tua biasanya dipentaskan dalam ritual peringatan piodalan. Pada peringatan yang diadakan setiap 6 bulan dalam sistem penanggalan Bali tersebut   ( Tahun Saka ). Tari ini akan dipentaskan bersama dengan jenis Tari Topeng lainnya yang menjadi satu kesatuan yang disebut dengan Topeng Panca.
mengelilingi arena

 Selan Topeng Tua, Topeng Panca terdiri dari Topeng Dalem, Topeng Keras, Topeng Keras Bues dan Tokoh Penasar            ( penutur cerita atau Narator ).

Selain dipentaskan dalam ritual keagamaan, Tari Topeng Tua dan beberapa Tari Topeng yang tergabung dalam komponen Topeng Panca lainnya juga dipertunjukan dalam format atau dalam wujud yang lebih singkat sebagai tari non ritual. Seperti yang aku saksikan saat melihat pertunjukan Tari Topeng Tua di Garuda Wisnu Kencana yang merupakan Tari Topeng Tua yang ditujukan untuk pertunjukan seni bagi para wisatawan yang berkunjung ke Pulau Dewata.

Merupakan asset yang perlu dijaga kelestariannya,  dipentaskan dalam format yang lebih simpel sehingga mudah difahami bagi pengunjung atau penikmat seni tari atau bagi orang awam.


Bercerita dengan gerakan jenaka

bercerita tentang masa muda

menarikan gerakan yang lambat

bertutur tentang masa mudanya

gerakan tari nan indah dan dinamis

mengikuti iringan gamelan


gerakan ritmis seiring dengan gamelan


masa tua dan senja

masa senja dengan kondisi yang tak lagi prima


Pakaian nan megah
Selain menjadi bagian dari Topeng Panca, Tari Topeng Tua juga ditampilkan sebagai tari pembuka untuk kegiatan sakral lainnya yaitu Tari Topeng Pajegan. 
Tari Topeng Pajegan hanya dipertunjukkan pada upacara keagamaan. Selain itu semua tokoh yang ada dalam pertunjukan tari ini dibawakan oleh seorang penari.
Sang Penari akan memmerankan tokoh - tokoh berbeda dengan tampilan topeng, penutup kepala serta gestur yang berbeda sesuai dengan tokoh yang ditarikan.

( Dari berbagai sumber )

Kamis, 23 Maret 2017

PATUNG KUDA, DEN PASAR BALI

Patung yang populer dengan sebutan Patung Kuda terletak di bundaran Jalan Raya Tuban dan Jalan Raya Airport Ngurah Rai. Patung ini diresmikan pada tanggal 31 Oktober 1993 oleh Gubernur Bali saat itu Prof. Dr. Ida Bagus Oka.

Patung ini dibuat oleh seniman patung Bali I Wayan Winten yang bersal dari Desa Teges Peliatan, Ubud, Gianyar Bali. Seniman patung ini kelahiran 12 Nopember 1962.
Dari Bandar Udara Ngurah Rai lokasi patung ini sangat dekat, hanya berkendara sekitar 10 menit dan dekat mesjid raya di Denpasar Bali.

Sebenarnya patung ini diilhami oleh cerita Mahabharata yakni salah seorang tokoh dalam kisah itu, GATOT KACA. Namun dalam perkembangannya lebih populer disebut Patung Kuda. Mungkin karena terlihat kuda - kuda yang sedang berpacu menarik kereta kencana yang ditunggangi oleh Gatot Kaca.
Patung Satria Gatot Kaca didirikan dalam rangka usaha terus menerus Pemerintah Bali dan masyarakatnya untuk terus menerus memperindah kawasan sekitar Bandara Ngurah Rai. Selain itu dipercayai oleh masyarakat setempat  bahwa Patung Gatot Kaca memberi perlindungan spiritual dan keamanan bagi para wisatawan yang sedang berkunjung ke Pulau Bali.


Seniman patung Bali sangat terkenal dengan mahakarya yang bernilai seni tinggi dan detail ukiran yang sangat rumit namun hasilnya benar - benar indah dan eksotis
Patung Kuda
SEKILAS TENTANG GATOT KACA

Gatot Kaca atau dalam bahasa Jawa disebut Gatot Koco adalah merupakan putra dari Bima atau Bimasena atau Wrekodara yang merupakan keturunan dari Pendawa. Kesaktian yang luar biasa dari Gatot Kaca antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap dan tokoh ini terkenal dengan julukan atau sebutan " otot kawat tulang besi."

Diberi nama Ghatotkacha, dalam bahasa Sanskerta secara harfiah diartikan sebagai " memiliki kepala seperti kendi ". Terdiri dari dua kata yaitu ghat(tt)am yang berarti buli - buli atau kendi dan "utkacha" yang artinya kepala. Nama ini diberikan karena pada saat sewaktu lahir kepalanya konon mirip dengan buli - buli atau kendi.
 Dalam kisaha Mahabaharata, Gatot Kaca adalah putra Bimasena dari keluarga Pandawa yang lahir dari seorang raksasa perempuan bernama Hidimbi. Hidimbi sendiri merupakan raksasa penguasa sebuah hutan, tinggal dengan kakaknya yang bernama Hidimba. Dalam kisah pewayangan Jawa, ibu Gatot Kaca lebih dikenal dengan nama Arimbi. Dalam versi lain, Arimbi bukan saja sekedar penghuni hutan biasa melainkan putri dari Kerajaan Pringgadani yang merupakan Negeri bangsa raksasa.
Nama Gatot Kaca sewaktu bayi adalah Jabang Tetuka ( dalam kisah pewayangan versi Jawa ). Sampai dengan usia 1 tahun, tali pusarnya belum bisa dipotong menggunakan senjata apapun. Arjuna ( salah satu tokoh dalam kisah Pendawa Lima ) yang merupakan adik Bimasena pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk Dewa demi dapat membantu keponakannya itu. Pada saat yang bersamaan Karna yang merupakan panglima Kerajaan Hastina juga sedang melakukan pertapaan mencari senjata pusaka. Karena wajah keduanya sangat mirip, Batara dan Narada selaku utusan dari kahyangan memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. Setelah menyadari kesalahannya, Narada menemui Arjuna yang sebenarnya. Lalu Arjuna mengejar Karna untuk merebut senjata Konta sehingga pertarungan tak dapat dielakkan dan terjadilah pertarungan antara Arjuna melawan Karna untuk mendapatkan senjata Konta itu. Karna berhasil melarikan diri bersama senjata Konta, sedangkan Arjuna hanya berhasil mendapatkan sarung pembungkus pusaka tersebut. Sarung pusaka Konta terbuat dari kayu Mastaba yang ternayata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Jabang Tetuka. Saat dipakai untuk memotong, kayu Mastaba musnah dan bersatu dalam perut Jabang Tetuka. Kresna yang ikut serta menyaksikan berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba akan menambah kekuatan bayi Jabang Tetuka. Ia juga meramalkan bahwa kelak Jabang Tetuka akan tewas di tangan pemilik senjata Konta.

Di atas merupakan sekelumit kisah dari Gatot Kaca ( dari berbagai sumber ). Mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penuturan kisah sekilas dari Gatot Kaca.

Patung Kuda letaknya sangat strategis, dan kita dapat melihat dan melintasinya jika kita dari Bandara Ngurah Rai akan menuju ke Pantai Kuta.
Jadi sempatkanlah untuk menikmati hasil karya nan penuh keindahan pematung I Wayan Winten jika anda sedang mengunjungi Pulau Dewata.

Ini adalah kunjungan hari pertamaku di Pulau Dewata pada Maret 2013 dan sangat bersyukur dapat melihat langsung Patung Kuda. Rasa penasaranku akan keindahan hasil pematung Bali ini yang menggiringku untuk menelusuri kisah dan latar belakang pembuatan Patung Kuda tersebut.

Perjalanan selanjutnya akan aku coba kisahkan dalam waktu - waktu selanjutnya. Doakan senantiasa sehat sehingga tetap mampu untuk menulis.

Jumat, 17 Maret 2017

RAFTING DI SUNGAI AYUNG - UBUD BALI

Kunjungan ke Pulau Dewata ini sebenarnya sudah berlangsung cukup lama, Maret 2013. Apalah daya baru bisa ditulis pada bulan Maret 2017. Sudah cukup lama, sudah empat tahun. Namun lebih baik daripada terbuang sayang.

Perjalanan ke Bali memang banyak destinasi yang dapat dikunjungi. Bali sangat terkenal di seantero dunia sebagai dunia yang indah untuk berwisata. Namun kali ini aku akan menuliskan pengalamanku saat melakukan rafting di Pulau Dewata.

Sebenarnya ini adalah hari ketiga perjalananku di pulau ini. Hari Pertama dan Hari Kedua akan aku ceritakan lain waktu dengan tempat dan tujuan yang berbeda.

Sesuai dengan jadwal yang telah diatur rencana rafting ke Sungai Ayung dijadwalkan pagi pukul 07.30 WITA sudah harus berkumpul. Pihak hotel telah mengebell kamarku pukul 6.00 WITA, namun aku sudah bangun sebelumnya karena untuk melaksanakan sholat subuh. Pagi itu aku bergegas mandi dan membereskan diri untuk berangkat ke Ubud. 

Sungai Ayung merupakan sungai terpanjang yang ada di Pulau Bali. Sungai ini mengalir sepanjang 62,5 KM dan bermuara ke Selat Badung di Sanur. Sungai ini terkenal sebagai lokasi dan tempat rafting di Pulau Bali.
Rencana rafting kami dimulai atau starting point dari Ubud.

Setelah bergegas dan meninggalkan kamar hotel aku segera menuju restoran hotel untuk sarapan. Rombongan kami menginap di Hotel Ramada Bintang Bali, di Kuta. Selesai sarapan aku beranjak menuju mini market sekedar membeli minuman dan makanan ringan untuk bekal rafting nanti. Karena berdasarkan pengalaman rafting sebelumnya selama kita melakukan kegiatan akan menguras tenaga dan tentunya akan membuat lapar. Jadi bekal itu sebagai GAPERTA saja ( ganjal perut sementara, he he he ).

Rombongan kami segera menaiki mobil van yang telah disediakan oleh EO yang mengurus segela perjalanan kami di Bali ini.
Perjalanan ke Ubud pagi ini ditemani udara segar dan langit yang cerah, benar - benar bersahabat. Hari sebelumnya saat kami mengunjungi destinasi wisata lainnya ditemani hujan.
Melewati perkampungan dan persawahan, aku melihat ramai wisatawan yang berkunjung ke persawahan yang menjadi nilai jual di Bali dengan sistem irigasinya yang kalau tidak salah disebut subak dan persawahan yang bertingkat - tingkat. Lebih kurang 40 menit kami sampai di titik start poin.
Pada saat aku ke Bali bertepatan dengan Perayaan Hari Raya Galungan sehingga di rumah - rumah masyarakat Bali ramai dipasang penjor yang sangat indah.

Lokasi titik kumpul di Ubud sebelum ke Sungai Ayung
Banyak penjor yang dipasang karena perayaan hari raya Galungan

 
 

Sampai di starting point kami diarahkan untuk berganti pakaian bagi yang belum melakukan persiapan dan perlengkapan. Hari masih pagi dan sebagian peserta bergegas untuk berkemas. Dan barang - barang yang rentan terhadap air dikumpulkan untuk dimasukkan ke dalam bag yang resisten terhadap air yang akan dibawah oleh instruktur rafting nantinya.

Aku telah berkemas di hotel tadi sehingga tidak perlu berkemas lagi sehingga memiliki masa untuk menikmati alam desa di Kedewataan, Ubud, Gianyar, Bali.

Lokasi starting point
 Setelah peserta lainnya berganti pakaian kamipun dipersilahkan  untuk menuju ke hulu Sungai Ayung untuk menuju titik awal rafting dimana kami menuruni 500 anak tangga. Melewati perladangan penduduk setempat. Bersyukurnya anak tangga disini sudah dibuat permanen sehingga tidak licin dan sangat membantu perjalanan. Kadang kami juga melintasi hutan - hutan kecil
Bergaya sejenak di pintu menuju pura

Setiap rumah di Bali memiliki pura.                      



 Perjalanan menuruni anak tangga tidaklah terlalu menguras tenaga sehingga dilakukan dengan enjoy. Baru dipikirkan saat selesai rafting nanti
 




















Lebih kurang 500 anak tangga kami turuni akhirnya sampai di Sungai Ayung dimana titik awal kami untuk mulai melakukan aktifitas rafting. Pihak pengelola rafting mendesain tempat minum yang cukup unik. Bagi peserta rafting yang ingin minum tersedia air minum, namun uniknya kita minum tidak dengan gelas plastik atau gelas kaca namun mereka membuat tempat minum atau biasa disebut takir yang ukiran kecil dari daun pisang. Benar - benar pengelola yang perduli akan lingkungan karena bahan dari daun pisang mudah membusuk dan menjadikan humus dan tidak meninggalkan sampah an organik.
Di bawah ini kami dapati keadaan yang cukup sejuk karena ditutupi pepohonan besar disepanjang bibir sungai. Debit air Sungai Ayung saat itu cukup besar, namun dibandingkan dengan Sungai Bingei, air  Sungai Ayung kecoklatan sedang Sungai Bingei airnya sangat jernih.

Bersiap - siap rafting
 Bali memang benar - benar profesional dalam mengelola wisatanya. Kalau di daerah lain mungkin jalan menuju lokasi dibiarkan tanah begitu saja, namun pihak pengelola dan tentunya Pemerintah Bali memmbuat jalan setapak menuju ke hulu sungai dibuat permanen sehingga memudahkan pengunjung untuk menuju lokasi dengan tidak perlu mengeluarkan tenaga super extra seperti yang pernah aku lalui saat trekking dan rafting di Sumatera Utara. Patut diacungkan jempol Pemerintahan Bali untuk mendapatkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor pariwisata untuk daerah setempat



Pasukan Jumbo

Acek paling depan  cukup energik dan semangat
 Persiapan pun segera dilakukan oleh pemandu dan pengelola. Perahu karet segera disiapkan dan diisi angin, di periksa keadaannya untuk memastikan keselamatan pagi para rafter. Helmet dan pelampung wajib dikenakan demi keselamatan diri masing - masing.








Anak tangga yang kami lalui














Seperti yang terlihat di gambar perahu karet tersebut kapasitas untuk empat orang. Namun karena kami adalah Pasukan Jumbo dengan ukuran badan yang lumayan maka kami menggunakan perahu karet jumbo dengan kapasitas 7 orang      ( termasuk instruktur ). Sekali lagi  karena terbentur ukuran badan maka kami satu perahu cukup 5 orang saja.

Perjalanan menyusuri Sungai Ayung kami mulai. Sepanjang sungai kami jumpai wisatawan asing ramai melakukan rafting di sungai ini. Dengan aneka gaya dan aneka budaya. Seperti yang terlihat wisatawan bule dengan pakaian super mini baik untuk yang pria maupun yang wanita. Aku juga mendapati sepasang pengantin yang berbulan madu sepertinya dari Jepang yang sangat romantis, rombongan turis dari China dan aneka bangsa dan negara lainnya.

Kami susuri Sungai Ayung melewati hutan - hutan di bibir sungai, persawahan, perladangan, bahkan kami menjumpai air terjun yang airnya terjun ke Sungai Ayung.
Juga kami lewati resort dan villa - villa yang tertata cantik baik dengan unsur tradisional maupun modern. Dan kami jumpai ukiran  di dinding sungai  cerita tentang Ramayana. Benar - benar pemandangan yang menakjubkan.

Sungai Ayung jeramnya tidak berbahaya dan jika di bandingkan dengan Sungai Bingei jeram Sungai Bingei masih lebih menantang dan tidak banyak aku jumpai bebatuan sungai Ayung ini. Namun untungnya Sungai Ayung aman bagi anak - anak untuk ikut serta berarung jeram. Dalam rombongan aku dapati seorang bocah berumur sekitar 7 tahun yang ikut serta.

Kami juga melewati ladang - ladang bambu. Kami berarung jeram sekitar hampir 2 jam. Di tengah perjalanan kami istirahat untuk sekedar minum dan makan makanan ringan. Banyak aku jumpai pedagang yang menjual minuman dan makanan ringan di sisi sungai tempat kami istrirahat. Namun harga lumayan mahal. Beruntung aku telah mengantisipasinya. Satu kaleng bir yang dipesan Deni harganya Rp. 40.000,- atau 1 kaleng Coca Cola harganya saat itu Rp. 20.000,-. Bagi yang ingin minum air kelapa muda juga tersedia dan tentunya harga yang cukup mahal dibanding dengan harga di Medan.

Sungai Ayung

di lokasi peristirahatan
Perjalanan kami lanjutkan dan jeram - jeram kami lalui, dayung dikayuh dan instruktur pemberikan aba - aba dan komadi agar perahu melaju dan tidak terbalik. Perjalanan yang benar - benar mengasyikkan. Satu teamku terdapat Acek yang sudah berumur lebih 50 tahun namun tetap semangat dan energik. Sedang  dua orang koko kadang merasa ketakutan karena ini merupakan pengalaman mereka. Namun setelah diarungi rasa takut hilang yang ada rasa senang dan ingin lagi. Benar - benar menggembirakan.

keseruan kami di perahu
 
keseruan - keseruan kami

jeram yang kami lalui

Bersiap - siap meluncur
Perjalanan mengarungi Sungai Ayung hampir 2 jam akhirnya berakhir. Kami disambut dengan pramusaji yang telah menyiapkan makanan dan minuman aneka rupa. Ada sate bali, ayam goreng dan aneka hidangan, minuman dan aneka juice untuk menemani santap siang kami. Piring yang digunakan dari rakitan rotan benar - benar sangat unik. Bali memang selalu memanjakan pengunjungnya.

Selesai makan dan istirahat sejenak kamipun bersiap - siap menuju lokasi titik awal point pertama tadi. Lebih kurang 250 anak tangga akan kami lalui. Lumayan menguras tenaga. Pelan - pelan dilalui akhirnya sampai juga. Aku dan rombongan lainnya segera berbilas dan mandi. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian segera sholat dzuhur karena memang telah masuk waktu. Mushola terdapat disini sehingga aku tidak kesulitan. Jam 14.30 WITA kami pun meninggalkan desa ini untuk melanjutkan perjalanan kami selanjutnya.
Selamat tinggal UBUD yang meninggalkan kenangan.


Kamis, 16 Maret 2017

RAFTING DENGAN GENK PUNJABI DI SUNGAI BINGEI NAMU UKUR II

RAFTING DI TENGAH HUJAN

Rintik - rintik hujan masih setia menemani perjalanan kami saat itu. Persiapan dan perlengkapan untuk rafting pun telah disiapkan dan kami segera mengenakan perlengkapan keselamatan untuk memulai petualangan di Sungai Bingei. Cuaca masih belum bersahabat namun Team Explore Sumatera memastikan kondisi Sungai Bingei aman untuk melakukan kegiatan rafting. Makin seru juga karena dengan debit air sungai yang banyak, tenaga yang digunakan untuk mengayuh perahu karet dapat dikurangi ( dasar pemalas, he he he ).

Perjalanan menuju hulu sungai sebagai titik start point rafting di mulai, aku kurang tahu nama desanya. Namun yang aku lihat dari pengamatanku..( sok sebagai analis ceritanya ) penduduk yang berdiam di daerah ini mayoritas suku Karo. Suku Karo memang sebagian duduk dan bertempat tinggal di Kabupaten Langkat, hal ini bisa dilihat dari nama - nama desa di sekitar Sungai Bingei ini antara lain : Namu Ukur, Namu Sira - Sira, Namu Belanga dan lainnya yang kental akan nuansa etnik Karo.

Perjalanan yang kami lalui melewati rumah - rumah penduduk, persawahan, perladangan, perkebunan sawit dan jagung. Lebih kurang 30 menit kami sampai di titik point untuk memulai aktifitas rafting. Instruktur & ranger mulai memberikan instruksi keselamatan dan teknik - teknik dalam melakukan aktifitas rafting ini.

Instruktur memberikan pengarahan dan teknik pelaksanaan rafting

Tekun mendengarkan instruksi teknik - teknik rafting dan keselamatan selama melakukan kegiatan

Serius mendengarkan instruksi ranger ( rafting multi etnic )

Bersiap - siap sambil menunggu perahu karet diisi angin

Setelah perahu karet diisi angin dan semua perlengkapan rafting dan instruksi keselamatan dan teknik - teknik rafting dijelaskan kami pun siap untuk menjelajah sungai Bingei dengan tetap memulai dengan membaca doa sesuai dengan agama yang kami anut masing - masing.

Perahu mulai diturunkan di sungai dan kami menyusun formasi untuk duduk di atas perahu karet, aku duduk paling depan, perahu kami berisi 6 orang termasuk ranger/instruktur. Penjelajahan pun kami mulai, sungai yang deras dan masih diiringi dengan hujan rintik - rintik.
Sekitar 1 - 2 menit mengayuh perahu karet kami sudah disambut dengan jeram yang lumayan deras. Team Explore Sumatera menyebutnya dengan " Jeram Selamat Datang "

Mulai mendayung perahu karet, dengan debit air sungai yang deras dan melewati bebatuan



Disambut dan disapa dengan " Jeram Selamat Datang "

Jeram Selamat Datang lumayan memacu andrenalin kami, dengan jeram yang keras dan ditambah dengan cuaca hujan serta debit air yang cukup tinggi membuat petualangan rafting kami semakin seru. Kami bersorak gembira setelah selamat melewati " Jeram Selamat Datang ". Ternyata rafting dapat melepaskan kepenatan akan beban kerja rutin dengan berteriak bebas melewati jeram dengan kegembiraan bersama.
Ini baru merupakan awal perjalanan karena diprediksikan kami akan menghabiskan masa 2 - 3 jam untuk mencapai titik finish di Base Camp Explore Sumatera.

Perjalanan kami lanjutkan, melewati arus yang tenang dan mengayuh serta menjalin kekompakan agar perahu tidak terbalik. Instruktur mengarahkan kami untuk mengayuh dayung agar dapat menaklukkan jeram dan melwati bebatuan sungai agar selamat dan tidak terbalik.
Team II yang terdiri dari Jairaj, Harprit, Kev, Singh serta 2 orang ranger/instruktur.

Selang beberapa menit setelah melewati Jeram Selamat Datang kami dihadang kembali dengan Jeram Kedua. Jeram yang tidak kala menyeramkan dari Jeram Selamat Datang, Nasib baik perahu kami tidak terbalik, namun sedikit malang bagi Team jairaj dkk, Kev sempat terpental dari perahu dan sempat menghanyut disungai namun segera diselamatkan oleh para ranger. Yang penting jangan panik dan tetap mengikuti arahan para ranger. Namun seru sich dan menjadi bahan tertawaan rekan - rekan lainnya.






Disambut dengan jeram kedua, dan siap - siap melewatinya.

Sepanjang perjalanan kami lalui dengan canda dan penuh keriangan, berperang - perangan dengan menyiramkan air ke team perahu lainnya. Benar - benar perjalanan yang menggembirakan. Perjalanan masih jauh lagi dan tenaga mesti disiapkan dan dijaga, namun kami tertolong dengan arus yang deras sehingga tidak terlalu ngotot saat mendyung perahu.
Jeram - jeram lain juga terus menyambut dan kami lalui dengan selamat. Dan kami sampai pada satu titik sungai yang dalam, kami dipersilahkan untuk menyelam dan mengapung. Semuanya aman karena kami dilengkapi dengan pelampung yang cukup safety. Di sepanjang perjalanan kami juga menyaksikan penduduk lokal yang memancing atau anak - anak kecil yang bermain disungai. Kehidupan alam pedesaan yang masih alami dan harmoni dengan menyatu bersama alam. Alam ciptaan Tuhan, dan semoga terus terjaga dan tidak tercemar. Sungai Bingei ini airnya cukup jernih karena tidak melewati kawasan pemukiman penduduk sehingga kita tidak akan menemukan tumpukan sampah yang dibuang secara sembarangan oleh penduduk. Yang kita lalui disepanjang sungai adalah perkebunan karet, sawit, perladangan dan hutan.

Melewati arus yang tenang











Arus teang, arus liar kami lalui dan setengah perjalanan kami diperkenankan untuk istirahat, untuk mengumpulkan tenaga. Perjalanan masih panjang dan alur sungai yang akan dilalui juga masih panjang.

Istirahat sebelum melanjutkan perjalanan menyusuri sungai Bingei










Setelah cukup mengumpulkan tenaga, perjalanan pun dilanjutkan kembali. Mendayung perahu, mengikuti instruksi ranger, melewati celah - celah batuan dan bagaimana mengendalikan perahu supaya tidak terbalik adalah meoment - moment yang kami lalui.
Akhirnya sampai disuatu titik dimana kami dapat melakukan terjun bebas dari bukit ke Sungai Bingei.


Bersiap - siap melompat



Perjalanan kami lanjutkan kembali dan tetap bertemu dengan jeram - jeram yang menantang dan memacu andrenalin kami.
Setelah lebih dari 2 jam berarung jeram kami sampai di titik di mana masyarakat atau pelancong biasa dan dapat menikmati sungai Bingei untuk bermandi dan bertamasya. Disini banyak kita jumpai ibu - ibu penjual jagung dan kami tak ketinggalan untuk menyantap jagung rebus dengan harga Rp. 2.000,-/tongkol. Benar - benar nikmat jagung rebus itu setelah lebih 2 jam berbasah - basah di sungai dengan kondisi perut yang mulai lapar.
Menikmati jagung rebus setelah lebih dari 2 jam rafting

 
Ternyata perjalanan rafting kami belum usia. Setelah selesai menikmati jagung rebus, ada satu lintasan lagi yang akan kami lalui yakni terjun melewati bendungan irigasi. Beruntung sekali kami mendapatkan debit air sungai pada saat itu, karena sebelumnya saat aku rafting tidak dapat melewati karena debit air yang kecil sehingga bendungan tidak dapat dilalui dan perahu karet akan kandas.
Inilah keseruan kami melewati bendungan irigasi Namu Ukur.

Bersiap menuruni bendungan

Segera meluncur setelah mendapat instruksi ranger

1,2,3 lepas.........

bles......sampai di dasar bendungan

nyaris terbalik, serasa mau kencing

Selamat.........................                                                                                                                    


Akhirnya selesai juga rafting kami dan dengan menumpangi mobil pick up kami di bawah ke titik kumpul awal di Base Camp Explore Sumatera untuk istirahat, istirahat dan makan siang.
Kami segera membersihkan diri, mandi, dilanjutkan makan siang dan sholat. Benar - benar perjalanan dan petualangan yang memuaskan.

Bagi rekan - rekan yang ingin rafting di Sungai Bingei dapat kontak langsung ke :
TEAM EXPLORE SUMATERA
Attn. Bang Jhoni
HP : +62 8126417356

Team yang sangat bersahabat dan well come banget. Terima kasih EXPLORE SUMATERA.