Kunjungan ke Pulau Dewata ini sebenarnya sudah berlangsung cukup lama, Maret 2013. Apalah daya baru bisa ditulis pada bulan Maret 2017. Sudah cukup lama, sudah empat tahun. Namun lebih baik daripada terbuang sayang.
Perjalanan ke Bali memang banyak destinasi yang dapat dikunjungi. Bali sangat terkenal di seantero dunia sebagai dunia yang indah untuk berwisata. Namun kali ini aku akan menuliskan pengalamanku saat melakukan rafting di Pulau Dewata.
Sebenarnya ini adalah hari ketiga perjalananku di pulau ini. Hari Pertama dan Hari Kedua akan aku ceritakan lain waktu dengan tempat dan tujuan yang berbeda.
Sesuai dengan jadwal yang telah diatur rencana rafting ke Sungai Ayung dijadwalkan pagi pukul 07.30 WITA sudah harus berkumpul. Pihak hotel telah mengebell kamarku pukul 6.00 WITA, namun aku sudah bangun sebelumnya karena untuk melaksanakan sholat subuh. Pagi itu aku bergegas mandi dan membereskan diri untuk berangkat ke Ubud.
Sungai Ayung merupakan sungai terpanjang yang ada di Pulau Bali. Sungai ini mengalir sepanjang 62,5 KM dan bermuara ke Selat Badung di Sanur. Sungai ini terkenal sebagai lokasi dan tempat rafting di Pulau Bali.
Rencana rafting kami dimulai atau starting point dari Ubud.
Setelah bergegas dan meninggalkan kamar hotel aku segera menuju restoran hotel untuk sarapan. Rombongan kami menginap di Hotel Ramada Bintang Bali, di Kuta. Selesai sarapan aku beranjak menuju mini market sekedar membeli minuman dan makanan ringan untuk bekal rafting nanti. Karena berdasarkan pengalaman rafting sebelumnya selama kita melakukan kegiatan akan menguras tenaga dan tentunya akan membuat lapar. Jadi bekal itu sebagai GAPERTA saja ( ganjal perut sementara, he he he ).
Rombongan kami segera menaiki mobil van yang telah disediakan oleh EO yang mengurus segela perjalanan kami di Bali ini.
Perjalanan ke Ubud pagi ini ditemani udara segar dan langit yang cerah, benar - benar bersahabat. Hari sebelumnya saat kami mengunjungi destinasi wisata lainnya ditemani hujan.
Melewati perkampungan dan persawahan, aku melihat ramai wisatawan yang berkunjung ke persawahan yang menjadi nilai jual di Bali dengan sistem irigasinya yang kalau tidak salah disebut subak dan persawahan yang bertingkat - tingkat. Lebih kurang 40 menit kami sampai di titik start poin.
Pada saat aku ke Bali bertepatan dengan Perayaan Hari Raya Galungan sehingga di rumah - rumah masyarakat Bali ramai dipasang penjor yang sangat indah.
Lokasi titik kumpul di Ubud sebelum ke Sungai Ayung |
Banyak penjor yang dipasang karena perayaan hari raya Galungan |
Sampai di starting point kami diarahkan untuk berganti pakaian bagi yang belum melakukan persiapan dan perlengkapan. Hari masih pagi dan sebagian peserta bergegas untuk berkemas. Dan barang - barang yang rentan terhadap air dikumpulkan untuk dimasukkan ke dalam bag yang resisten terhadap air yang akan dibawah oleh instruktur rafting nantinya.
Aku telah berkemas di hotel tadi sehingga tidak perlu berkemas lagi sehingga memiliki masa untuk menikmati alam desa di Kedewataan, Ubud, Gianyar, Bali.
Lokasi starting point |
Setelah peserta lainnya berganti pakaian kamipun dipersilahkan untuk menuju ke hulu Sungai Ayung untuk menuju titik awal rafting dimana kami menuruni 500 anak tangga. Melewati perladangan penduduk setempat. Bersyukurnya anak tangga disini sudah dibuat permanen sehingga tidak licin dan sangat membantu perjalanan. Kadang kami juga melintasi hutan - hutan kecil
Bergaya sejenak di pintu menuju pura |
Setiap rumah di Bali memiliki pura. |
Perjalanan menuruni anak tangga tidaklah terlalu menguras tenaga sehingga dilakukan dengan enjoy. Baru dipikirkan saat selesai rafting nanti
Lebih kurang 500 anak tangga kami turuni akhirnya sampai di Sungai Ayung dimana titik awal kami untuk mulai melakukan aktifitas rafting. Pihak pengelola rafting mendesain tempat minum yang cukup unik. Bagi peserta rafting yang ingin minum tersedia air minum, namun uniknya kita minum tidak dengan gelas plastik atau gelas kaca namun mereka membuat tempat minum atau biasa disebut takir yang ukiran kecil dari daun pisang. Benar - benar pengelola yang perduli akan lingkungan karena bahan dari daun pisang mudah membusuk dan menjadikan humus dan tidak meninggalkan sampah an organik.
Di bawah ini kami dapati keadaan yang cukup sejuk karena ditutupi pepohonan besar disepanjang bibir sungai. Debit air Sungai Ayung saat itu cukup besar, namun dibandingkan dengan Sungai Bingei, air Sungai Ayung kecoklatan sedang Sungai Bingei airnya sangat jernih.
Bersiap - siap rafting |
Bali memang benar - benar profesional dalam mengelola wisatanya. Kalau di daerah lain mungkin jalan menuju lokasi dibiarkan tanah begitu saja, namun pihak pengelola dan tentunya Pemerintah Bali memmbuat jalan setapak menuju ke hulu sungai dibuat permanen sehingga memudahkan pengunjung untuk menuju lokasi dengan tidak perlu mengeluarkan tenaga super extra seperti yang pernah aku lalui saat trekking dan rafting di Sumatera Utara. Patut diacungkan jempol Pemerintahan Bali untuk mendapatkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor pariwisata untuk daerah setempat
Pasukan Jumbo |
Acek paling depan cukup energik dan semangat |
Persiapan pun segera dilakukan oleh pemandu dan pengelola. Perahu karet segera disiapkan dan diisi angin, di periksa keadaannya untuk memastikan keselamatan pagi para rafter. Helmet dan pelampung wajib dikenakan demi keselamatan diri masing - masing.
Anak tangga yang kami lalui |
Seperti yang terlihat di gambar perahu karet tersebut kapasitas untuk empat orang. Namun karena kami adalah Pasukan Jumbo dengan ukuran badan yang lumayan maka kami menggunakan perahu karet jumbo dengan kapasitas 7 orang ( termasuk instruktur ). Sekali lagi karena terbentur ukuran badan maka kami satu perahu cukup 5 orang saja.
Perjalanan menyusuri Sungai Ayung kami mulai. Sepanjang sungai kami jumpai wisatawan asing ramai melakukan rafting di sungai ini. Dengan aneka gaya dan aneka budaya. Seperti yang terlihat wisatawan bule dengan pakaian super mini baik untuk yang pria maupun yang wanita. Aku juga mendapati sepasang pengantin yang berbulan madu sepertinya dari Jepang yang sangat romantis, rombongan turis dari China dan aneka bangsa dan negara lainnya.
Kami susuri Sungai Ayung melewati hutan - hutan di bibir sungai, persawahan, perladangan, bahkan kami menjumpai air terjun yang airnya terjun ke Sungai Ayung.
Juga kami lewati resort dan villa - villa yang tertata cantik baik dengan unsur tradisional maupun modern. Dan kami jumpai ukiran di dinding sungai cerita tentang Ramayana. Benar - benar pemandangan yang menakjubkan.
Sungai Ayung jeramnya tidak berbahaya dan jika di bandingkan dengan Sungai Bingei jeram Sungai Bingei masih lebih menantang dan tidak banyak aku jumpai bebatuan sungai Ayung ini. Namun untungnya Sungai Ayung aman bagi anak - anak untuk ikut serta berarung jeram. Dalam rombongan aku dapati seorang bocah berumur sekitar 7 tahun yang ikut serta.
Kami juga melewati ladang - ladang bambu. Kami berarung jeram sekitar hampir 2 jam. Di tengah perjalanan kami istirahat untuk sekedar minum dan makan makanan ringan. Banyak aku jumpai pedagang yang menjual minuman dan makanan ringan di sisi sungai tempat kami istrirahat. Namun harga lumayan mahal. Beruntung aku telah mengantisipasinya. Satu kaleng bir yang dipesan Deni harganya Rp. 40.000,- atau 1 kaleng Coca Cola harganya saat itu Rp. 20.000,-. Bagi yang ingin minum air kelapa muda juga tersedia dan tentunya harga yang cukup mahal dibanding dengan harga di Medan.
Sungai Ayung |
di lokasi peristirahatan |
Perjalanan kami lanjutkan dan jeram - jeram kami lalui, dayung dikayuh dan instruktur pemberikan aba - aba dan komadi agar perahu melaju dan tidak terbalik. Perjalanan yang benar - benar mengasyikkan. Satu teamku terdapat Acek yang sudah berumur lebih 50 tahun namun tetap semangat dan energik. Sedang dua orang koko kadang merasa ketakutan karena ini merupakan pengalaman mereka. Namun setelah diarungi rasa takut hilang yang ada rasa senang dan ingin lagi. Benar - benar menggembirakan.
keseruan kami di perahu |
keseruan - keseruan kami |
jeram yang kami lalui |
Bersiap - siap meluncur |
Perjalanan mengarungi Sungai Ayung hampir 2 jam akhirnya berakhir. Kami disambut dengan pramusaji yang telah menyiapkan makanan dan minuman aneka rupa. Ada sate bali, ayam goreng dan aneka hidangan, minuman dan aneka juice untuk menemani santap siang kami. Piring yang digunakan dari rakitan rotan benar - benar sangat unik. Bali memang selalu memanjakan pengunjungnya.
Selesai makan dan istirahat sejenak kamipun bersiap - siap menuju lokasi titik awal point pertama tadi. Lebih kurang 250 anak tangga akan kami lalui. Lumayan menguras tenaga. Pelan - pelan dilalui akhirnya sampai juga. Aku dan rombongan lainnya segera berbilas dan mandi. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian segera sholat dzuhur karena memang telah masuk waktu. Mushola terdapat disini sehingga aku tidak kesulitan. Jam 14.30 WITA kami pun meninggalkan desa ini untuk melanjutkan perjalanan kami selanjutnya.
Selamat tinggal UBUD yang meninggalkan kenangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar