Selasa, 28 Juni 2022

NOSTALGIA SMA

 Ha ha ha........................

Membongkar - bongkar foto album lama ternampak foto foto masa sekolah tingkat SMA dulu. Walau aku tidak sekolah di SMA namun aku mengambil sekolah kejuruan tepatnya di Sekolah Menengah Teknologi Pertanian Negeri Pematang Raya. ( Aku telah menulis tentang sekolah ini sebelumnya ).............Silahkan dibaca...............

Mengenang saat - saat remaja dulu.....Dan tak terasa ternyata usia telah menjelang renta. Sudah hampir lima puluh tahun ternyata. Apalagi kalau sudah bercerita dengan kawan - kawan semasa SMA dulu, rasanya masih merasa masih remaja semua. Masih suka gak sadar diri ternyata sebagian sudah menjadi atau bergelar kakek nenek, Omah Opah, Opung atau apapun itu nama panggilannya.


Tahun 1988 - 1991 adalah periode masa SMA ku. Di kota kecil tanpa ada hiburan seperti remaja - remaja di kota besar. Tapi kami menikmati keceriaan masa remaja. Bersendau gurau tak mengenal waktu. Walau tak pernah menonton cinema ada kalanya pergi juga menonton film matine yang sudah berjarak sekian bulan setelah diputar di kota - kota besar. Mau nontonnya pun jauh apalagi sarana transportasi dan infra struktur yang tidak baik ditambah lagi dengan kondisi keuangan mayoritas kami yang pas - pasan jadi cerita tentang keriaan nonton bioskop adalah suatu kenistaan.

Namun kami bahagia menikmati masa remaja dengan cara kami.

Jalan - jalan dengan gembira bersama teman - teman adalah suatu hiburan yang murah meriah. Walaupun jalan - jalannya bukan di tempat yang mewah. Kadang nginap di rumah kawan adalah salah satu point kebahagiaan. Setelah itu bermain bersama di sekitar kawasan rumah teman yang diinapi tersebut.

Walaupun rumahku dulu kecil ( rumah dinas karyawan kebun ) namun aku sering mengajak kawan - kawanku untuk datang ke rumahku bahkan mereka juga menginap di rumahku dengan fasilitas yang seadanya namun kami merasa sudah cukup bahagia. Di sekeliling rumahku terhampar perkebunan teh karena orang tuaku merupakan karyawan ( buruh ) perkebunan teh.

Bila waktunya ingin jalan - jalan kami sudah buat kesepakatan walau tanpa ada alat komunikasi yang canggih seperti sekarang, namun kami saling menghargai satu sama lain. Terutama waktu. Entah kenapa janji kami selalu tepat dan biasanya titik kumpulnya di Pajak Horas ( Pajak Horas adalah salah satu pusat perbelanjaan di kota Pematang Siantar, masyarakat di sekitar Sumatera Utara biasa menyebut Pasar dengan sebutan Pajak ).

Foto - foto ini merupakan perjalanan kami di Berastagi. Kalau sekarang kawasan ini di sebut dengan Pariban Cottege. Tempat pemandian air panas ( belerang ) yang berasal dari Pegunungan Sibayak.


Waktu itu kami hanya menyebutkan ke kawasan Lau Debuk Debuk. Pada masa itu tidak seramai sekarang dan masih benar - benar alamiah. Selain kawasan Lau Debuk - Debuk kami juga melalak ke kawasan TAHURA    ( Taman Hutan Raya ) di Berastagi juga. Kawasan cagar alam dengan konservasi hutan tropis. 

Aku juga gak tau kondisi TAHURA saat ini, karena kalau jalan - jalan ke Berastagi aku hanya melintas dan melihat dari kejauhan kawasan hutan ini.




Masa - masa remaja kami dulu gedung bioskop banyak terdapat di hampir seluruh kota kabupaten atau bahkan di kecamatan, namun tidak untuk Kecamatan Pematang Raya karena kota ini dulu dijadikan sebagai kota pelajar di Kabupaten Simalungun - Propinsi Sumatera Utara. Jadi kalau yang ingin nonton kami harus pergi ke ibu kota kabupaten yaitu Pematang Siantar yang berjarak 30 kilometer. 

Transportasi tidak semudah sekarang, jam 7 ( tujuh ) malam adalah trip terakhir bus dari kota Pematang Siantar menuju ke Pematang Raya jadi setelah jam 7 malam tak akan ada lagi bus yang bergerak menuju ke Pematang Raya.

Namun aku tidak tinggal di Pematang Raya. Aku tinggal di desa Marjandi yang berjarak sekitar 14 kilometer jika akan menuju ke Pematang Siantar. Tapi sama saja, bus yang menuju ke Marjandi juga trip terakhir pukul 6 ( enam ) sore. Itupun tidak masuk ke kebun Marjandi namun hanya berhenti di Simpang Marjandi. Dari Simpang Marjandi harus jalan kaki sejauh 1,5 kilometer untuk mendapatkan kawasan perumahan karyawan dimana merupakan kawasan tempat tinggalku. Bus tersebut pemberhentian terakhir di Simpang Raya.

Oh ya... di Kota P. Siantar bioskop yang ada saat itu adalah RIA, RIANG, PALAPA dan DELI yang berada di pusat kota. Sedang yang berada di sekitar terminal Parluasan ada juga gedung bioskop tapi aku lupa namanya karena aku tidak pernah menyambanginya karena takut..................di situ banyak preman. Ha ha ha ha.

Sekitar tahun 1990an di Pematang Siantar sudah dibuka bioskop dengan format Studio 21 yang lebih keren dibanding dengan bioskop - bioskop yang kusebutkan sebelumnya. Tapi harga karcis masuknya lebih mahal. Kalau masa itu nonton matine di Bioskop RIA atau RIANG seharga Rp. 500,- ( lima raus rupiah ) nahh.....kalau mau nonton ke Studio 21 karcis masuknya di situ seharga Rp. 2.500,- ( Dua ribu lima ratus rupiah). Aku pernah nonton di Studio 21 sewaktu pemutaran fil BODYGUARD yang dimainkan oleh Whitney Housten.

Selain nonton biasanya remaja - remaja masa itu sukanya kongkow atau nongkrongnya di Taman Bunga di depan Kantor Walikota Pematang Siantar di Jalan Merdeka - P. Siantar. Setelah itu ya... paling nongkrong di Pajak Horas.

Aku masih ingat pada waktu itu kami pernah beramai - ramai jalan - jalan ke pemandian Karang sari/ Karang Anyer berjalan kaki dari Perumnas Batu VI Jalan Asahan sampai ke Karang Sari pulang pergi. Cukup jauh tapi kami tidak merasa lelah dan menikmati perjalanan kaki kami dengan bahagia dan sendau gurau.

Indahnya Masa Remaja......................


Senin, 13 Juni 2022

PANTAI PASIFIK - LUMBAN MANURUNG - PORSEA YANG TERABAIKAN

( Aku menulis ini keadaan pada tahun 2019, setelah itu aku belum pernah ke sana lagi. Semoga sudah ada perbaikan secara infra struktur dan tata kelola )  

 Sebenarnya ini adalah perjalanan yang sudah tiga tahun berlalu. Setelah ke Parparean dan Lumban Bulbul di Balige ketika kami menuju perjalanan pulang ke Pematang Siantar aku dan keluargaku menyempatkan singgah ke Pantai Pasifik di Desa Lumban Manurung yang juga masih berada di kawasan Kecamatan  Porsea, Kabupaten Toba. Tak jauh dari kawasan Parapat.

Pantai Pasifik ini merupakan bibir pantai dari Danau Toba yang memiliki hamparan pasir putih seperti halnya Pantai Pasir Putih Parparean dan Pantai Pasir Putih Parbaba di Pulau Samosir .


Jalan menuju ke Pantai Pasifik di Desa Lumban Manurung

Bagaimana menuju ke kawasan Pantai Pasifik ini ??

Jika kita dari arah Balige menuju ke Pematang Siantar, setelah jembatan Sungai Asahan tepatnya di Simpang Opat di Kota Porsea, tepat setelah jembatan ada persimpangan sebelah kiri maka arahkan kendaraan belok kiri menuju desa Lumban Manurung. Lajukan kendaraan terus lurus saja. Di sepanjang jalan akan kita jumpai rumah - rumah penduduk dan persawahan yang menghampar hijau ketika musim tanam dan padi yang menguning kita musim panen tiba. Berketepatan pada saat aku mengunjungi Desa Lumban Manurung persawahan baru saja musim tanam sehingga yang terlihat hamparan sawah yang menghijau.

Dari Simpang Opat kita jalan lurus saja. Jalanan memang tidak semulus jalan negara. Ada lubang - lubang kecil di sepanjang jalan yang membutuhkan untuk perbaikan dan pengaspalan ulang.

Setelah beberapa menit perjalanan maka nanti ada persimpangan kita belok kiri. Ikuti saja arah petunjuk jalan karena di persimpangan tertulis dengan jelas petunjuk jalan yang mengarahkan ke Pantai Pasifik. Dari petunjuk jalan di situ tertulis bahwa Pantai Pasifik ini dikelola oleh tokoh masyarakat di sana.

Perjalanan masih ditemani hamparan sawah dan sungai kecil saluran irigasi dan ternak - ternak kerbau yang melintas di pinggir jalan. Jalanan yang sepi, karena banyak orang yang belum tahu ada objek wisata di sini dan pada saat kami ke sini, tak ada pengunjung atau wisatawan yang berkunjung ke lokasi Pantai Pasifik Lumban Manurung ini.

Cuaca mulai mendung, aku berharap tidak turun hujan ketika rombongan kami sampai ke Pantai Pasifik Lumban Manurung ini. Sekitar 5 menit dari persimpangan kami sampai ke Pantai Pasifik ini. Tak ada retribusi masuk ke tempat ini, namun sangat disayangkan tempat wisata ini sepertinya telah ditinggalkan dan tidak dikelola lagi. Masih tersisa bekas - bekas bahwa lokasi ini pernah di kelola.

Karena kondisi yang tidak terawat lagi akhirnya kami memutuskan hanya sekedar singgah dan sekedar tahu saja untuk lokasi wisata ini, Semoga ke depannya Pantai Pasifik ini dikelola kembali seperti halnya Pantai Pasir Putih Parparean yang sekarang sudah booming dan ramai dikunjungi wisatawan 

Beberapa foto berikut ini menggambarkan kondisi Pantai Pasifik pada tahun 2019. Tak ada sesiapa pun di kawasan wisata tersebut. Tersisa bangunan yang tidak ada penjaga dan kawasan Danau Toba yang sepi. Sangat disayangkan memang.

Kondisi Pantai Pasifik tahun 2019




Hamparan sawah yang menghijau di latar belakangi pegunungan Bukit Barisan

Mendung mulai menyelimuti dan awan menebal






Suasana perjalanan menuju Pantai Pasifik di Desa Lumban Manurung dengan hamparan persawahan yang menghijau



Sebenarnya lokasi ini sangat indah jika dikelola dengan baik. Hamaparan air Danau Toba yang membiru dan di sepanjang jalan menuju ke lokasi wisata terhampar persawahan yang luas dan udara yang masih sangat sejuk. Apalagi jika nantinya kearifan dan budaya lokal diangkat untuk keamjuan wisata Kabupaten Toba. 

Semoga........................