Jumat, 26 Mei 2017

MARHABAN RAMADHAN 1438 H

Tak terasa setahun telah berlalu, Ramadhan telah datang dan aku masih diberi kesempatan untuk melaksanakan ibadah puasa di Ramadhan 1438 H. Semoga ALLAH SWT senantiasa memberi kesehatan dan kemampuanku untuk melakukan puasa sampai akhir Ramadhan 1438 H. Suka cita Ramadhan sudah mulai terasa saat kami melaksanakan kenduri punggahan. Tradisi ini semoga senantiasa tetap berlangsung di kampungku. Sebagai ajang silahturahmi dan rasa syukur menyambut datangnya Ramadhan.

Ramadhan tahun ini dilaksanakan secara serentak pada tanggal 27 Mei 2017. Tidak ada perbedaan antara ormas Islam di Indonesia. Sesuatu yang sangat disambut dengan suka cita. Semoga kebersamaan ini senantiasa terjalin dan rakyat Indonesia berpuasa dengan lancar walaupun menjelang Ramadhan di Jakarta terjadi teror bom di Kampung Melayu. Harapan kami semoga pelaku dan penebar teror segera mendapatkan hidayah dan senantiasa dalam lindungan ALLAH dan segera menyadari kekilafan karena korban adalah sesama dan sedang dalam kondisi mencari nafkah untuk keluarga. Mencari nafkah untuk keluarga adalah tindakan jihad. Semoga pandangan jihad bukan dari sudut yang salah yang akan memakan korban dan menebarkan teror. Damailah Indonesia dan MARHABAN RAMADHAN.

Selamat menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan 1438 H.

Senja menyambut 1 Ramadhan 1438 H



Suasana senja di langit wilayah Marelanmenyambut 1 Ramadhan " Selamat berpuasa Ramadhan 1438 H "

Senin, 15 Mei 2017

PUNGGAHAN, SUKA CITA MENYAMBUT RAMADHAN

Sebagai keturunan Jawa, tradisi punggahan adalah wujud syukur dan rasa gembira menyambut datangnya bulan Ramadhan. Pada masa - masa kecil aku dulu ( sekitar tahun 80-an ) tradisi punggahan ini merupakan hari - hari yang ditunggu. Karena menyambut Ramadhan biasanya ibu - ibu di sekitar tempat tinggalku menyambutnya dengan memasak aneka masakan yang enak - enak. Pada saat akan datangnya Ramadhan ini disempatkan dan diupayakan setidaknya untuk menyembelih ekor ayam dan memasak menu yang istimewa.

Aku masih mengingat moment itu menjelang Punggahan, beberapa hari sebelumnya kami, anak - anak terutama dari suku Jawa dengan suka cita menumbuk beras untuk dijadikan tepung. Tepung ini nantinya akan dibuat kue apem. Apem yang dimasak ada dua macam yaitu dikukus dengan menggunakan daun nangka dan dimasak dengan kuali besi. Apem yang berbahan tepung beras dicampur dengan gula merah diberi pengembang alami yaitu tape yang terbuat dari beras. Setelah tepung didapat biasanya pada sore harinya ibuku akan membuat adonan apem dan dibiarkan selama semalam supaya mengembang dan pada keesokan harinya baru dikukus dan dimasak dengan cara dicucurkan pada kuali besi yang ukuran kecil dengan terlebih dahulu diolesi minyak makan dengan menggunakan sabut kelapa dan dimasak dengan bara api yang sedang tidak dengan api menyala - nyala. Kue apem ini benar - benar nikmat dan lebih dari 30 tahun aku tidak pernah menikmati kue apem tradisional ini lagi. Dan tradisi membuat kue apem menjelang Ramadhan telah hilang dalam keluarga kami.

Selain itu ibu - ibu akan membuat menu makanan lainnya berupa sambal goreng, ayam ( dengan aneka olahan sesuai selera masing - masing ), mie goreng dan tumis buncis. Pada malam harinya menjelang bulan puasa kami masyarakat mengadakan kenduri di mesjid dengan membawa masakan yang telah diolah tadi yang dibawa pada wadah panci atau baskom atau ada yang membuat wadah dari pelepah daun pisang yang nantinya disebut ambengan.

Ambengan ini nantinya terlebih dahulu dikumpulkan di tengah - tengah dimana para Bapak - Bapak, anak - anak dan kaum muda mengelilinginya dan sebelumnya dibacakan wirid dan dzikir serta doa sebelum menyantap hidangan. Ini adalah rasa syukur dan kegembiraan menyambut Ramadhan dan saling berbagi dengan sanak jiran dan tetangga. Nantinya ambengan yang dibawa dimakan bersama - sama dengan saling bertukar. Kami anak - anak kecil menyambut dan menyantap dengan suka gembira.
Tradisi kenduri punggahan masih kami lakukan sampai saat ini di tempat tinggalku, walaupun sekarang ambengan yang dibawa lebih simple dan praktis, tidak seperti masa kanak - kanakku dahulu. 
Dan sewaktu masa aku anak - anak dahulu ada yang melaksanakan kenduri latar yaitu kenduri punggahan dilaksanakan di halaman rumah dengan dihadiri oleh seluruh tetangga di masing - masing lingkungan.


ambengan pada saat ini ( 2016 )
kenduri punggahan
makan bersama nasi ambengan


Dan tradisi di kampungku sebelum Ramadhan biasanya melakukan ziarah kubur ke sanak saudara, orang tua yang telah berpulang ke Rahmatullah terlebih dahulu.
Tradisi ini sampai sekarang khususnya di Sumatera Utara masih berjalan, dan komplek - komplek pekuburan akan ramai dikunjungi peziarah saat menjelang Ramadhan.

Beberapa suku dan daerah lain menyambut Ramadhan dengan tradisi dan cara masing - masing sesuai dengan kearifan lokal. Di Aceh mereka menyambut Ramadhan dengan tradisi "Meugang" dan di Sumatra Barat dan Riau kita mengenal tradisi " Mandi Balimau ". Akan banyak kita jumpai kearifan lokal dan tradisi menyambut suka cita datangnya bulan Ramdahan bagi masyarakat Muslim di bumi Nusantara dengan keaneka ragaman suku dan tradisi masing - masing. Mari saling menghargai dan menghormati perbedaan.

Sabtu, 13 Mei 2017

REUNI SAHABAT

SALAM SAHABAT


Lama kita tak besua dan sekarang kau di depan mata
Tak berubah sikap tutur kata
Tetap akrab, ceria hangatkan jiwa

Sahabat,
Penuh suka betapa bahagia berjumpa, salamku

Apa kabar di hidupmu. 
Sekian waktu adakah kau baik selalu

Sahabat,
Dalam duka, pelita kecil dalam gulita, salamku

Untuk berbagi beban dan saling mengisi
Tak perlu kita sendiri

Sahabat,
Dalam suka, betapa bahagia berjumpa, salamku

Sahabat,
Dalam duka, pelita kecil dalam gulita, salamku ( KLA PROJECT - Salam Sahabat )

Pas kali kurasa lirik lagu ini buat persahabatan kita dari mulai kita remaja sampai kini dan seterusnya. SEMOGA

Foto - foto reuni sahabat Sekolah Menengah Teknologi Pertanian P. Raya tahun 2015














Foto - Foto dengan sahabat 2016













Sudah 29 tahun persahabatan kita, semenjak pertama kali masuk di sekolah yang sama. Salam sahabat

Jumat, 12 Mei 2017

SIDAMANIK - BAH BUTONG - TOBA SARI MENIKMATI HIJAUNYA HAMPARAN PERKEBUNAN TEH

NOSTALGIA MASA KECIL

"Kita merasakan sesuatu  itu berarti, indah dan berharga serta bermakna setelah kita kehilangan atau jauh darinya"
Itulah yang aku alami. Aku merindukan saat - saat hidup dan tinggal di perkebunan teh. Pemandangan yang sejuk, udara yang segar, hamparan pohon - pohon teh dan pucuk - pucuknya yang menghijau. Namun itu hanyalah menjadi kenangan dan cerita saat - saat senggang.

Selama 19 tahun penuh aku tinggal di perkebunan teh, tepatnya di PTP. VIII Kebun Marjandi. Dahulunya PTP VIII merupakan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) yang fokus kepada tanaman teh. Waktu berlalu, selepas menamatkan Sekolah Menengah Atas akupun melanjutkan studi di Kota Medan dan meninggalkan desa kelahiranku walau sesekali aku pulang namun tidak lama, hanya waktu libur kuliah saja, namun sering aku menghabiskan libur kuliah ke Aceh Utara karena kedua orang tuaku tinggal dan bertani di sini. Aku menghabiskan waktu libur yang panjang sesaat melaksanakan Praktek Pedesaan di kampungku dengan beberapa teman - teman sekampusku.
Toba Sari

Pada tahun 1990-an PTP VIII merger dengan PTP V, VI, VII menjadi PTP Nusantara IV dan sejak mulai saat itu atau sekitar tahun 2000-an tanaman atau perkebunan teh dikonversi menjadi tanaman kelapa sawit. Hijaunya hamparan teh berganti dengan pohon - pohon sawit dan itu melenyapkan sebagaian besar kenangan masa kecilku dengan sahabat - sahabatku dulu di Marjandi. Kami telah terpisah dan banyak yang merantau. Hanya sebagian yang bekerja dan hidup serta membina rumah tangga di kebun itu, namun seiring konversi sawit itu, sahabat  - sahabatku yang dulu tinggal di Marjandi dimutasikan ke perkebunan dan daerah lain yang masih satu management dengan PTPN IV. Perlahan - lahan kenangan itu kembali hilang dan nyaris lenyap.
di depan pabrik pengolahan teh Toba Sari



Aku masih merindukan suasana hijaunya kebun teh, dimana setiap selepas pulang sekolah aku menggembalakan ternak kambingku dan setelah itu mengaji sore dengan teman - temanku. Selepas mengaji aku mencari kambing - kambingku untuk pulang ke kandang dan menyiapkan makanan untuk bebek - bebekku. Menjelang senja kami ke mesjid untuk sholat berjama'ah dan mengaji dilanjutkan dengan sholat isya baru kami pulang ke rumah masing - masing. Tak banyak yang memiliki televisi, dan penerangan yang mengandalkan listrik diesel yang akan mati pada pukul 6 ( enam ) pagi.

Kebun Teh Bah Butong

Hamparan kebun teh Sidamanik

Rindu suasana perkebunan teh mengajak kami untuk jalan - jalan ke perkebunan teh yang tersisa. Menikmati keindahan dan hijaunya hamparan teh walaupun di tempat berbeda. Sekarang ini perkebunan teh yang tersisa hanya di Kebun Sidamanik, Toba Sari dan Bah Butong saja. Sedangkan Kasinder, Bah Birong Ulu, Bahlimbingan dan Marjandi yang dahulunya tergabung dalam PTP VIII telah dikonversi menjadi tanaman kelapa sawit.

MENIKMATI INDAHNYA HAMPARAN TEH

Sebenarnya perjalanan kami terlebih dahulu ke Tigaras melalui desa Simpang Raya ( nanti akan aku ceritakan tentang TIGARAS ). Perjalanan pulang kami melalui jalan Sidamanik untuk menuju ke Kota P. Siantar. Hanya sangat disayangkan mendung gelap dan cuaca hujan sehingga pemandangan yang kami dapatkan kelabu dan muram. Kawasan Simalungun umumnya memang curah hujan sangat tinggi. Aku masih merasakan saat - saat itu dimana hampir selalu menikmati rinai hujan.

jalan raya Sidamnik - Tigaras Garoga

selepas hujan di Bah Butong

nostalgia masa kecil yang coba diceritakan

Semenjak dari Tigaras kami sudah disambut dengan hujan. Dan rinai hujan terus menemani perjalanan kami saat kami istirahat dan sholat di Kebun Toba Sari. Kebun ini kembali meningatkan kenanganku akan tempatku dilahirkan. Rumah - rumah yang sama persis dan harumnya aroma teh tercium oleh indra penciumanku. Aku masih ingat akan aroma itu dan aku merindukan rasa itu.
Hujan masih menemani kami, suasana perkebunan yang hening dan dinginnya air aku rasakan. Rasa beberapa puluhan tahun yang lalu masih menempel dan melekat kuat dalam ingatanku.
Kami berteduh di mesjid di Kebun Toba Sari untuk beberapa lama dan melanjutkan mengitari perkebunan teh Bah Butong, Sidamanik. Rintik hujan masih setia menemani perjalanan kami sampai kami menuju ke kota P. Siantar. Dan kenangan akan perkebunan teh masih membayang dan menemani hingga saat ini, entah untuk esok dan nantinya.

langit kelabu di hari minggu


BAGAIMANA MENUJU KE SIDAMANIK ?

Sidamanik adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Simalungun. Cara menuju ke daerah ini  dengan angkutan umum jika kita dari Medan adalah kita menuju ke Terminal Amplas dan naik bus jurusan P. Siantar. Setelah sampai di kota P. Siantar kita menuju Pusat Pasar Horas untuk melanjutkan perjalanan ke Sidamanik atau dari Terminal Parluasan mungkin masih ada angkutan ke Sidaminik ( kurang yakin ).
Nah dari Pusat Pasar Horas biasanya ada bus atau masyarakat setempat menyebutnya mopen ( biasanya Mopen GOK, salah satu nama armada bus ) yang akan mengantarkan kita ke Sidamanik. Dan lebih kurang 45 menit sampailah kita ke perkebunan teh Sidamanik.
Tarifnya dari Medan - P. Siantar  ( banyak armada bus dari Medan ke Siantar, tinggal memilih saja ) berkisar antara Rp. 25.000,- - Rp. 30.000,- ( dua puluh lima ribu - tiga puluh ribu rupiah ). 
Selanjutnya dari Parluasan - Pusat Pasar Horas Rp. 3.000,- s/d Rp. 4.000,- dan dari Pusat Pasar Horas - Sidamanik Rp. 5.000,-
Di Kebun Bah Butong ada destinasi wisata air terjun Bah Biak dan ini dari jalan besar Sidamanik - Tigaras sekitar 1 km - 2 km berada di antara perumahan Karyawan Kebun Bah Butong.
halaman mesjid Toba sari dengan latar belakang perumahan karyawan

Untuk yang membawa kendaraan sendiri anda dari Medan menuju ke P. Siantar, setelah tiba di kota P. Siantar lanjut ke jalan menuju ke Parapat. Nanti ada persimpangan dan penunjuk jalan belok ke sebelah kanan ada penunjuk jalan dan pamflet Sidamanik. Silahkan menuju ke Simpang Sidamnik dan lanjutkan perjalanan. Dari Sidamanik perjalanan dapat dilanjutkan menuju ke Tigaras dan Simarjarunjung juga ke Parapat. 
Berminat mengunjungi Sidamanik, Toba sari dan Bah Butong? Silahkan mencoba.  

Jumat, 05 Mei 2017

MESJID RAYA AL OSMANI & VIHARA SIU SAN KENG DALAM FOTO

Dalam kunjunganku ke Pekan Labuhan aku mendapatkan oleh - oleh foto yang akan aku bagi dalam blogku ini.

1. MESJID RAYA AL OSMANI

sisi samping kiri Mesjid Raya Al Osmani
tempat berwudhu
Ini adalah tempat jema'ah berwudhu untuk melaksanakan sholat. Aku tidak tahu pasti apakah ini bangunan asli pada saat Mesjid ini didirikan atau merupakan bangunan tambahan. Bangunan ini terletak di dekat rumah penjaga Mesjid. Aku tidak mengambil wudhu disini karena dari rumah aku sudah mempersiapkan diri berwudhu sebelum aku berajak dari rumahku. Disisi sebelahnya tersedia kamar mandi dan juga tempat berwudhu yang dibangun pada masa kekinian.




Ini merupakan pintu utama menuju ruangan Mesjid Raya Al Osmani. Design bercirikan bangunan Timur Tengah dan India dengan ornamen warna kuning yang merupakan warna khas Melayu serta warna hijau. Pintu yang terbuat dari kayu pilihan yang aku pikir masih asli dari masa pembuatan terdahulu.

Pintu samping kiri yang design hampir sama dengan pintu utama sisi utama ( depan ). Pintu ini juga merupakan pintu utama karena pada masing - masing sisi, baik sisi kanan maupun sisi kiri terdapat pintu - pintu. Ada pintu utama dan ada 2 pintu yang ukuran lebih kecil dari pintu utama. Ornamen lingkaran yang menyerupai bangunan - bangunan India tempo dulu.
Sisi kanan Mesjid Raya Al Osmani, juga terdapat pintu utama dan 2 pintu yang lebih kecil ukurannya dibanding pintu utama dengan design dan ornamen pintu yang sama antara pintu depan dan pintu samping kiri. Di sisi kanan Mesjid ini ramai terdapat makam - makam dari keturunan Kesultanan Deli.
Teras tambahan yang dibangun di era sekarang, fungsinya juga untuk ruang sholat. Hal ini dibangun karena ruangan utama sudah tidak mampu lagi menampung jemaah di ruang utama pada saat sholat Jumat, Sholat Tarawih dan Sholat Idul Fitri dan Idul Adha sehingga ditambah teras atau ruang tambahan disisi depan mesjid untuk dapat menampung jema'ah yang berlimpah.
Makam salah seorang Sultan Deli ( yang ditutup dengan kain kuning pada batu nisan )
Makam salah seorang Sultan Deli
Mesjid Raya Al Osmani


Bedug di Mesjid Raya Al Osmani


2. VIHARA SIU SAN KENG

Vihara Siu San Keng selesai dibangun pada tahun 1890
Dalam proses renovasi pada bagian depan ( April 2017 )
Pagoda tempat penyimapan abu jenazah
sisi samping menuju altar sembahyang
Atap bangunan dengan simbol naga
Pintu gerbang Vihara Siu San Keng
Pintu gerbang dengan ornamen 2 naga yang berhadapan
bagian atap Vihara Siu San Keng dengan simbol - simbol naga
Mesjid Raya Al Osmani dan Vihara Siu San Keng letaknya berdekatan dan boleh dikatakan saling berhadapan. Ini menandakan pada pada masa dahulu kehidupan beragama di Tanah Deli sudah saling hormat menghormati dan saling bertoleransi. Tidak saling mempertajam perbedaan namun saling menghargai perbedaan dan masing - masing etnis hidup damai dan rukun dalam masing - masing perbedaan hingga sampai saat ini dan semoga untuk seterusnya.