Senin, 15 Mei 2017

PUNGGAHAN, SUKA CITA MENYAMBUT RAMADHAN

Sebagai keturunan Jawa, tradisi punggahan adalah wujud syukur dan rasa gembira menyambut datangnya bulan Ramadhan. Pada masa - masa kecil aku dulu ( sekitar tahun 80-an ) tradisi punggahan ini merupakan hari - hari yang ditunggu. Karena menyambut Ramadhan biasanya ibu - ibu di sekitar tempat tinggalku menyambutnya dengan memasak aneka masakan yang enak - enak. Pada saat akan datangnya Ramadhan ini disempatkan dan diupayakan setidaknya untuk menyembelih ekor ayam dan memasak menu yang istimewa.

Aku masih mengingat moment itu menjelang Punggahan, beberapa hari sebelumnya kami, anak - anak terutama dari suku Jawa dengan suka cita menumbuk beras untuk dijadikan tepung. Tepung ini nantinya akan dibuat kue apem. Apem yang dimasak ada dua macam yaitu dikukus dengan menggunakan daun nangka dan dimasak dengan kuali besi. Apem yang berbahan tepung beras dicampur dengan gula merah diberi pengembang alami yaitu tape yang terbuat dari beras. Setelah tepung didapat biasanya pada sore harinya ibuku akan membuat adonan apem dan dibiarkan selama semalam supaya mengembang dan pada keesokan harinya baru dikukus dan dimasak dengan cara dicucurkan pada kuali besi yang ukuran kecil dengan terlebih dahulu diolesi minyak makan dengan menggunakan sabut kelapa dan dimasak dengan bara api yang sedang tidak dengan api menyala - nyala. Kue apem ini benar - benar nikmat dan lebih dari 30 tahun aku tidak pernah menikmati kue apem tradisional ini lagi. Dan tradisi membuat kue apem menjelang Ramadhan telah hilang dalam keluarga kami.

Selain itu ibu - ibu akan membuat menu makanan lainnya berupa sambal goreng, ayam ( dengan aneka olahan sesuai selera masing - masing ), mie goreng dan tumis buncis. Pada malam harinya menjelang bulan puasa kami masyarakat mengadakan kenduri di mesjid dengan membawa masakan yang telah diolah tadi yang dibawa pada wadah panci atau baskom atau ada yang membuat wadah dari pelepah daun pisang yang nantinya disebut ambengan.

Ambengan ini nantinya terlebih dahulu dikumpulkan di tengah - tengah dimana para Bapak - Bapak, anak - anak dan kaum muda mengelilinginya dan sebelumnya dibacakan wirid dan dzikir serta doa sebelum menyantap hidangan. Ini adalah rasa syukur dan kegembiraan menyambut Ramadhan dan saling berbagi dengan sanak jiran dan tetangga. Nantinya ambengan yang dibawa dimakan bersama - sama dengan saling bertukar. Kami anak - anak kecil menyambut dan menyantap dengan suka gembira.
Tradisi kenduri punggahan masih kami lakukan sampai saat ini di tempat tinggalku, walaupun sekarang ambengan yang dibawa lebih simple dan praktis, tidak seperti masa kanak - kanakku dahulu. 
Dan sewaktu masa aku anak - anak dahulu ada yang melaksanakan kenduri latar yaitu kenduri punggahan dilaksanakan di halaman rumah dengan dihadiri oleh seluruh tetangga di masing - masing lingkungan.


ambengan pada saat ini ( 2016 )
kenduri punggahan
makan bersama nasi ambengan


Dan tradisi di kampungku sebelum Ramadhan biasanya melakukan ziarah kubur ke sanak saudara, orang tua yang telah berpulang ke Rahmatullah terlebih dahulu.
Tradisi ini sampai sekarang khususnya di Sumatera Utara masih berjalan, dan komplek - komplek pekuburan akan ramai dikunjungi peziarah saat menjelang Ramadhan.

Beberapa suku dan daerah lain menyambut Ramadhan dengan tradisi dan cara masing - masing sesuai dengan kearifan lokal. Di Aceh mereka menyambut Ramadhan dengan tradisi "Meugang" dan di Sumatra Barat dan Riau kita mengenal tradisi " Mandi Balimau ". Akan banyak kita jumpai kearifan lokal dan tradisi menyambut suka cita datangnya bulan Ramdahan bagi masyarakat Muslim di bumi Nusantara dengan keaneka ragaman suku dan tradisi masing - masing. Mari saling menghargai dan menghormati perbedaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar