Minggu, 13 Mei 2018

SEJENAK DI STESEN BUKIT BADAK

Perjalanan yang tidak disengaja sebenarnya di stasiun kereta, di bulan April 2016. Sore itu perjalanan dari KL Sentral dengan KTM menuju ke Port Klang. Menaiki komuter yang menemani perjalanan kami saat itu. Aku sangat yakin bahwa KTM yang kami tumpangi saat itu akan membawa kami ke pemberhentian terakhir yaitu Pelabuhan Klang, tapi ternyata hanya sampai di Stesen Klang saja. KTM beralih arah untuk menuju ke KL Sentral kembali dan dengan beberapa warga setempat yang tujuan akhir ke Port Klang ikut kembali ke perjalanan ke KL Sentral. Aku tidak risau karena KTM sekitar 15- 30 menit selalu datang kembali.



Stesen Bukit Badak

Stesen Bukit Badak merupakan stasiun kecil saja, tidak banyak aktifitas penumpang yang naik turun di stasiun ini. Aku pikir Bukit Badak tidak merupakan kawasan perkotaan dan kawasan perdagangan sehingga tidak terlalu banyak yang naik turun disini, berbeda dengan stasiun Klang.
Menunggu kereta tujuan Port Klang aku sempatkan mengabadikan dan menyaksikan beberapa kegiatan sore di stasiun Bukit Badak.  Aku lihat banyak pekerja konstruksi yang sudah menjelang pulang setelah beraktifitas seharian. Beberapa mobil parkir di depan stasiun, mungkin milik masyarakat sini yang bekerja di Kuala Lumpur yang pulang pergi naik kereta api selanjutnya dari stasiun ini ke rumahnya baru menggunakan mobilnya ( orang Malaysia menyebut mobil dengan kata "kereta", orang Medan menyebut kendaraan roda dua juga dengan "kereta" ).

Stasiun ini sunyi dan jika keluar dari stasiun ini tidak aku jumpai orang berjualan di sekitar stasiun atau sekedar kedai kopi saja pun tak ada. Hanya sekedar counter kecil saja untuk penjualan tiket kereta api.

suasana stasiun kereta Bukit Badak di sore hari tidak ramai bahkan boleh dikatakan sunyi
 Kami harus menyebarang jembatan untuk menunggu kereta api tujuan Port Klang, karena kalau tidak menyebrang maka kereta dari Port Klang tujuan KL Sentral nanti yang akan lalu. Menyebragi jembatan seperti yang terlihat difoto. Dan selama kami menunggu kereta api dari KL Sentral hanya ada 1 penumpang saja dari Bukit Badak yang naik untuk tujuan Klang ataupun Klang. Padahal jika aku perhatikan saat sore aktifitas naik turun penumpang dari KL Sentral cukup padat. Mungkin karena Bukit Badak, Klang dan Port Klang termasuk stasiun pemberhentian yang boleh dikatakan di ujung sehingga penumpang tinggal sedikit, Banyak yang sudah turun sesuai dengan tujuan dan rumah masing masing di stasiun sebelumnya. Kawasan menunggu kereta termasuk lebar di sisa kiri - kanan badan jalan kereta api, yang telah di buat lantai paving block yang permanen. Dan di sisi perbatasan dengan kawasan pemukiman dipagar besi di sepanjang jalan perlintasan kereta api.

Sore itu langit biru di sekitar Stesen Bukit Badak, matahari bersinar cerah dikala sore yang menjelang. Aku menikmati sore yang biru di Bukit Badak, yang mungkin tidak akan dikunjungi oleh pelancong mananpun dari Indonesia. Sore yang cerah di Stesen Bukit Badak.

langit benar - benar bersahabat di sore itu
dengan latar jembatan penyeberangan

suasana sunyi di Stesen Bukit Badak

menyempatkan bercengkerama sebelum kereta api datang
mengantuk   
hanya ada seorang penumpang lain saja

Sore yang yang cerah namun sepi di Stesen Bukit Badak, entah kapan lagi aku akan menyinggahimu.

Jumat, 04 Mei 2018

PAGI YANG SEPI DI MENARA PANDANG TELE

Minggu di bulan Agustus 2015, aku dan keluargaku jalan - jalan ke Parapat, Danau Toba. Rute kali ini yang kami lalui tidak melalui rute P. Siantar namun rute melalui Tanah Karo. Malam hari kami bergerak dari Kota Medan. Menembus kegelapan malam, banyak dihabiskan tidur di dalam bus. Gelap dan sunyi yang kurasakan, namun cuaca sangat bersahabat, karena tidak turun hujan. Hanya saat itu Medan dan Sumatera sedang diselimuti kabut asap yang tebal. Kabut asap yang benar - benar menutupi langit biru Sumatera

Danau toba yang diselimuti kabut asap dari Menara Pandang Tele
Perjalanan kami sempatkan mengunjungi pemandian air panas Sidebuk - Debuk, tapi aku tidak turun dan tidak meniatkan untuk sekedar berendam di air panas belerang, saat itu aku tidak tertarik. Karena akan meninggalkan aroma belerang yang menyengat yang tertinggal di badan sementara perjalanan yang akan dituju masih panjang. Sekitar pukul 01.30 kami meninggalkan pemandian air panas Sidebuk - Debuk Tanah Karo. Yang aku perhatikan makin malam menjelang makin banyak pengunjung yang berdatangan, mungkin untuk menghangatkan badan di tengah kedinginan udara Tanah Karo yang menusuk kulit.

Perjalanan kami lanjutkan tujuan utama sebenarnya ke Danau Toba Parapat melalui Desa Silalahi, tapi aku sarankan melalui Merek dan Tele karena aku penasaran dengan keindahan Tele yang sangat populer bagi penggemar fotograpi. Perjalanan dilanjutkan di tengah kesunyian malam dan dinginnya udara Tanah Karo yang menyengat di malam hari menjelang pagi. Sempat mengisi BBM di POM Bensin di Merek - Sidikalang dan istirahat sejenak dengan suasana mata yang masih terkantuk - kantuk dan untuk menunaikan sholat Subuh.

Lanjut perjalanan menuju Jalan Sidikalang, suasana yang kami lewati perladangan kopi dan kebun sayuran yang terhampar luas dan juga peternakan kuda  yang dibiarkan bebas lepas di lapangan yang menghijau. 
Selanjutnya kami membelokkan bus kami sesuai petunjuk jalan di arah Dolok Sanggul. Perjalanan sepanjang jalan yang sunyi dengan pemandangan hamparan tanah pertanian. Ladang - ladang kentang yang menjelang panen, kubis dan sayuran dataran tinggi lainnya. Pagi yang dingin dan berkabut. Melewati Desa Parbuluan sedang dilakukan perbaikan jalan dan pagi sudah menjelang dengan angin yang berselimut kabut. Aku tidak tahu apakah ini kabut asap atau kabut biasa yang menyelimuti daerah dataran tinggi.

pagi di Desa Parbuluan masih diselimuti kabut dengan perladangan disisi kanan kiri jalan


Pagi di desa Parbuluan, sedang dalam proses perbaikan dan pengaspalan jalan
Sepanjang jalan dari Medan yang mulus sempat terputus di Desa Parbuluan Kabupaten Dairi yang sedap dalam perbaikan jalan dan dalam proses pengaspalan, namun pada saat kami melintasi dalam keadaan pemadatan material. Untung saja cuaca tidak hujan sehingga kami tidak melintasi jalanan yang akan berlumpur. Perjalanan kami saat ini melalui beberapa Kota dan Kabupaten. Sampai di Parbuluan yang telah kami lalui Kota Medan, Kabuaten Deli Serdang, Kabupaten Tanah Karo dan Kabupaten Dairi serta memasuki Kabupaten Toba Samosir. Pagi yang sepi di sepanjang perjalanan belum kami temui bus atau kendaraan yang melintas dan berpapasan dengan kami. Benar - benar suasana sunyi dan syahdu, ditambah lagi dengan langit yang tertutup awan kelabu dan kabut asap pekat yang masih menyelimuti bumi Toba. Perjalanan kami lanjutkan lagi dengan sedikit guncangan disana - sini karena sedang ada perbaikan jalan.

Pagi menjelang dan perjalanan kami tidak hanya melewati perladangan dan perkebunan saja, tapi suasana perkampungan sudah mulai hidup. Di pagi ini aku menyaksikan anak - anak meramai - ramai menuju ke gereja untuk melakukan kebaktian minggu, menyaksikan keceriaan untuk melaksanakan perintah Tuhan sesuai dengan keyakinan yang dianut. Serta menyaksikan mereka menikmati sarapan pagi sebelum melakukan kebaktian dengan makan mie gomak yang ramai dijual di sekitar halaman gereja. Hampir suasana yang sama aku lihat pemandangan anak - anak yang antusias ke gereja dan bersarapan pagi dengan nikmat dan suka cita.

Perjalanan kami lanjutkan dan sampai di Simpang Tele kami berhenti sebentar untuk membeli makanan ringan. Aku sempatkan membeli ombus - ombus dan lapet yang merupakan kue tradisional khas Toba disini. Menikmati ombus - ombus dan lapet hangat yang masih mengepulkan asap benar - benar nikmat. Lapet disini sangat khas dibungkus dengan daun bambu. Aroma dan kehangatannya menggungah selera. Kubeli beberapa dan kunikmati, kubagikan dengan anggota keluarga yang lainnya namun karena masih mengantuk jadi mereka kurang berselera.

Dari Simpang Tele perjalanan menuju Menara Pandang Tele sebenarnya tidak jauh lagi, namun jalan yang dilalui benar - benar membutuhkan keahlian pengemudi yang handal. Jalan yang berkelok - kelok, diatasnya perbukitan dan di bawah jurang - jurang, kadang - kadang ditemui tanah yang longsor dari atas perbukitan. Untung saja cuaca hari itu tidak hujan sehingga jalan yang dilalui tidak licin. Sepanjang perjalanan aku dapat menyaksikan Danau Toba yang terbentang indah hanya disayangkan kabut asap yang tebal sehingga mengurangi keindahan walaupun sebenarnya d ibulan itu lagi musim kemarau, namun pembakaran hutan yang eksplosif menyebabkan kabut asap menyelimuti langit dan kawasan Sumatera sehingga menggangu keindahan Tele dan danau Toba juga mengganggu kesehatan kita tentunya.

Perkampungan di sekitar Tele dari Menara Pandang Tele kala pagi hari yang tertutup kabut asap tebal

kawasan danau Toba dari Menara Pandang Tele

Kabut asap mengurangi keindahan Danau Toba dari Menara Pandang Tele
Sampailah kami di Menara Pandang Tele, menara yang terdiri dari 4 tingkat yang dibangun oleh Pemerintah Daerah Samosir. Tele terletak di Kabupaten Samosir. Dari Menara Pandang Tele kita dapat melihat dari kejauhan air terjun Sidohoni dan juga desa - desa dan persawahan yang terbentang di sekitar bumi Samosir.

Tele pagi itu yang aku nikmati sangat sunyi, hanya rombongan kami yang melintasi Menara Pandang Tele pada saat itu. Lalu lintas dan armada yang lalu lalang masih minum, benar - benar sunyi dan sepi. Aku naik ke Menara Pandang Tele dengan anakku yang dikenakan tarif hanya Rp. 2000 untuk naik ke Menara Pandang Tele, tarif yang sangat murah untuk dapat menikmati keindahan Danau Toba dari menara tertinggi. Sampai di atas dengan menaiki anak tangga terasa disambut semilir angin pagi bumi Samosir. Sepanjang penglihatan, jalanan dari Tele ke Pangururan sangat sepi, armada belum ada yang melintas. Benar - benar pagi yang sepi di Tele. Beberapa bule aku lihat disini dengan mengendarai sepeda sepertinya tujuan mereka ke Pangururan dan dilanjutkan ke Samosir.

Perjalanan kami masih akan lanjut lagi karena tujuan kami adalah Samosir dan Parapat. Selamat tinggal Tele aku benar - benar menikmati kesunyianmu.

Foto - foto di sekitar Menara Pandang Tele Kabupaten Samosir

di lantai IV Menara Pandang Tele

perbukitan yang diselimuti kabut asap

di atas Menera Pandang Tele

di depan tugu prasasti Menara Pandang Tele

istriku di tugu prasasti Menara Pandang Tele

foto keluarga besar di depan Menara Pandang Tele

suasana jalan lalu lintas yang sunyi di Tele

Tele yang sunyi, masih rombongan kami yang berkunjung saat itu

pagi di desa Parbuluan