Minggu di bulan Agustus 2015, aku dan keluargaku jalan - jalan ke Parapat, Danau Toba. Rute kali ini yang kami lalui tidak melalui rute P. Siantar namun rute melalui Tanah Karo. Malam hari kami bergerak dari Kota Medan. Menembus kegelapan malam, banyak dihabiskan tidur di dalam bus. Gelap dan sunyi yang kurasakan, namun cuaca sangat bersahabat, karena tidak turun hujan. Hanya saat itu Medan dan Sumatera sedang diselimuti kabut asap yang tebal. Kabut asap yang benar - benar menutupi langit biru Sumatera
|
Danau toba yang diselimuti kabut asap dari Menara Pandang Tele |
Perjalanan kami sempatkan mengunjungi pemandian air panas Sidebuk - Debuk, tapi aku tidak turun dan tidak meniatkan untuk sekedar berendam di air panas belerang, saat itu aku tidak tertarik. Karena akan meninggalkan aroma belerang yang menyengat yang tertinggal di badan sementara perjalanan yang akan dituju masih panjang. Sekitar pukul 01.30 kami meninggalkan pemandian air panas Sidebuk - Debuk Tanah Karo. Yang aku perhatikan makin malam menjelang makin banyak pengunjung yang berdatangan, mungkin untuk menghangatkan badan di tengah kedinginan udara Tanah Karo yang menusuk kulit.
Perjalanan kami lanjutkan tujuan utama sebenarnya ke Danau Toba Parapat melalui Desa Silalahi, tapi aku sarankan melalui Merek dan Tele karena aku penasaran dengan keindahan Tele yang sangat populer bagi penggemar fotograpi. Perjalanan dilanjutkan di tengah kesunyian malam dan dinginnya udara Tanah Karo yang menyengat di malam hari menjelang pagi. Sempat mengisi BBM di POM Bensin di Merek - Sidikalang dan istirahat sejenak dengan suasana mata yang masih terkantuk - kantuk dan untuk menunaikan sholat Subuh.
Lanjut perjalanan menuju Jalan Sidikalang, suasana yang kami lewati perladangan kopi dan kebun sayuran yang terhampar luas dan juga peternakan kuda yang dibiarkan bebas lepas di lapangan yang menghijau.
Selanjutnya kami membelokkan bus kami sesuai petunjuk jalan di arah Dolok Sanggul. Perjalanan sepanjang jalan yang sunyi dengan pemandangan hamparan tanah pertanian. Ladang - ladang kentang yang menjelang panen, kubis dan sayuran dataran tinggi lainnya. Pagi yang dingin dan berkabut. Melewati Desa Parbuluan sedang dilakukan perbaikan jalan dan pagi sudah menjelang dengan angin yang berselimut kabut. Aku tidak tahu apakah ini kabut asap atau kabut biasa yang menyelimuti daerah dataran tinggi.
|
pagi di Desa Parbuluan masih diselimuti kabut dengan perladangan disisi kanan kiri jalan |
|
|
|
|
Pagi di desa Parbuluan, sedang dalam proses perbaikan dan pengaspalan jalan |
Sepanjang jalan dari Medan yang mulus sempat terputus di Desa Parbuluan Kabupaten Dairi yang sedap dalam perbaikan jalan dan dalam proses pengaspalan, namun pada saat kami melintasi dalam keadaan pemadatan material. Untung saja cuaca tidak hujan sehingga kami tidak melintasi jalanan yang akan berlumpur. Perjalanan kami saat ini melalui beberapa Kota dan Kabupaten. Sampai di Parbuluan yang telah kami lalui Kota Medan, Kabuaten Deli Serdang, Kabupaten Tanah Karo dan Kabupaten Dairi serta memasuki Kabupaten Toba Samosir. Pagi yang sepi di sepanjang perjalanan belum kami temui bus atau kendaraan yang melintas dan berpapasan dengan kami. Benar - benar suasana sunyi dan syahdu, ditambah lagi dengan langit yang tertutup awan kelabu dan kabut asap pekat yang masih menyelimuti bumi Toba. Perjalanan kami lanjutkan lagi dengan sedikit guncangan disana - sini karena sedang ada perbaikan jalan.
Pagi menjelang dan perjalanan kami tidak hanya melewati perladangan dan perkebunan saja, tapi suasana perkampungan sudah mulai hidup. Di pagi ini aku menyaksikan anak - anak meramai - ramai menuju ke gereja untuk melakukan kebaktian minggu, menyaksikan keceriaan untuk melaksanakan perintah Tuhan sesuai dengan keyakinan yang dianut. Serta menyaksikan mereka menikmati sarapan pagi sebelum melakukan kebaktian dengan makan mie gomak yang ramai dijual di sekitar halaman gereja. Hampir suasana yang sama aku lihat pemandangan anak - anak yang antusias ke gereja dan bersarapan pagi dengan nikmat dan suka cita.
Perjalanan kami lanjutkan dan sampai di Simpang Tele kami berhenti sebentar untuk membeli makanan ringan. Aku sempatkan membeli ombus - ombus dan lapet yang merupakan kue tradisional khas Toba disini. Menikmati ombus - ombus dan lapet hangat yang masih mengepulkan asap benar - benar nikmat. Lapet disini sangat khas dibungkus dengan daun bambu. Aroma dan kehangatannya menggungah selera. Kubeli beberapa dan kunikmati, kubagikan dengan anggota keluarga yang lainnya namun karena masih mengantuk jadi mereka kurang berselera.
Dari Simpang Tele perjalanan menuju Menara Pandang Tele sebenarnya tidak jauh lagi, namun jalan yang dilalui benar - benar membutuhkan keahlian pengemudi yang handal. Jalan yang berkelok - kelok, diatasnya perbukitan dan di bawah jurang - jurang, kadang - kadang ditemui tanah yang longsor dari atas perbukitan. Untung saja cuaca hari itu tidak hujan sehingga jalan yang dilalui tidak licin. Sepanjang perjalanan aku dapat menyaksikan Danau Toba yang terbentang indah hanya disayangkan kabut asap yang tebal sehingga mengurangi keindahan walaupun sebenarnya d ibulan itu lagi musim kemarau, namun pembakaran hutan yang eksplosif menyebabkan kabut asap menyelimuti langit dan kawasan Sumatera sehingga menggangu keindahan Tele dan danau Toba juga mengganggu kesehatan kita tentunya.
|
Perkampungan di sekitar Tele dari Menara Pandang Tele kala pagi hari yang tertutup kabut asap tebal |
|
kawasan danau Toba dari Menara Pandang Tele |
|
Kabut asap mengurangi keindahan Danau Toba dari Menara Pandang Tele |
Sampailah kami di Menara Pandang Tele, menara yang terdiri dari 4 tingkat yang dibangun oleh Pemerintah Daerah Samosir. Tele terletak di Kabupaten Samosir. Dari Menara Pandang Tele kita dapat melihat dari kejauhan air terjun Sidohoni dan juga desa - desa dan persawahan yang terbentang di sekitar bumi Samosir.
Tele pagi itu yang aku nikmati sangat sunyi, hanya rombongan kami yang melintasi Menara Pandang Tele pada saat itu. Lalu lintas dan armada yang lalu lalang masih minum, benar - benar sunyi dan sepi. Aku naik ke Menara Pandang Tele dengan anakku yang dikenakan tarif hanya Rp. 2000 untuk naik ke Menara Pandang Tele, tarif yang sangat murah untuk dapat menikmati keindahan Danau Toba dari menara tertinggi. Sampai di atas dengan menaiki anak tangga terasa disambut semilir angin pagi bumi Samosir. Sepanjang penglihatan, jalanan dari Tele ke Pangururan sangat sepi, armada belum ada yang melintas. Benar - benar pagi yang sepi di Tele. Beberapa bule aku lihat disini dengan mengendarai sepeda sepertinya tujuan mereka ke Pangururan dan dilanjutkan ke Samosir.
Perjalanan kami masih akan lanjut lagi karena tujuan kami adalah Samosir dan Parapat. Selamat tinggal Tele aku benar - benar menikmati kesunyianmu.
Foto - foto di sekitar Menara Pandang Tele Kabupaten Samosir
|
di lantai IV Menara Pandang Tele |
|
perbukitan yang diselimuti kabut asap |
|
di atas Menera Pandang Tele |
|
di depan tugu prasasti Menara Pandang Tele |
|
istriku di tugu prasasti Menara Pandang Tele |
|
foto keluarga besar di depan Menara Pandang Tele |
|
suasana jalan lalu lintas yang sunyi di Tele |
|
Tele yang sunyi, masih rombongan kami yang berkunjung saat itu |
|
pagi di desa Parbuluan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar